Kita boleh Telanjang, tapi jangan bulat-bulat.



Selalu ingin menulis kata yang dapat memberi suntikan semangat, kata yang sederhana namun ber-Daya...bagi hidupku...^_^


Butuh advis untuk meringankan antesedan. Seenaknya menganulir dengan apatis, padahal animo hampir finish. Hanya saja apriori belum merekah, masih berupa argot-argot beku. Disparitas menciptakan elegi. Perasaan yang frontal menjadi fluktuatif. Genial..., grafologi dan futurologi tak terdeteksi. Aku bukan hipokrit pun indolen yang mengkamuflase segala. Hapus sikap skeptis karena kita butuh restorasi...!


"Selamat menyelami huruf-huruf (usang)-ku"

Minggu, 05 Desember 2010

“MANUSIA BODOH” (Satu kata untukmu yang berani bermain api...maka kau kini terbakar hangus tak tersisa) Oleh: Sandra Noryz

“Bodohnya aku, jika ada orang yang pantas disebut bodoh di dunia ini, maka itulah aku”. Manusia bebal, yang selalu mengutamakan hati bukan logika. Baru sembuh luka yang didapatnya, kini kembali mendapati luka yang serupa dengan tempat yang berbeda. Apa yang harus diperbuatnya kini, ibarat nasi sudah menjadi bubur. Apa harus menangisi nasib di sudut gelapnya malam, berlari ke luar rumah dengan berteriak seperti orang gila, mengumbar cerita kesana kemari karena berharap kisahnya akan mendapat simpati dari orang-orang terdekat, atau hanya diam di kamar dengan kondisi hati terkoyak. Entahlah, apa ia harus mengalaminya lagi atau beralih mengerjakan sesuatu yang produktif untuk mengusir rasa yang terus menggerogoti hatinya hingga meradang.
Satu kesalahan lagi ia perbuat. Sungguh lancang dan begitu beraninya ia bermain dengan “rasa”. Padahal ia sudah mengecap bagaimana pahitnya. Apa yang kau dapat? Kesenangan apa yang kau raih? Kerelaan apa yang membuatmu untuk mengulangnya? Aku yang melihatnya saja sudah bosan, karena aku sudah sering mengingatkanmu untuk tidak mendekati apalagi sampai merasakan. “Hey...sangat berbahaya, jika sudah terkena kau akan sekarat bahkan mati” begitu aku berkata kepadanya, namun sayang ia tidak mengindahkan ucapanku hingga membuatnya terperosok dalam lubang yang sama.
Menurutku, ia terperangkap dalam koridor masa lalu. Meski aku sangat keras kepadanya, namun aku mengerti apa yang ia inginkan. Ia sangat menderita selama lima tahun terakhir ini. Mempunyai cita setinggi langit, bahkan ia sudah merumuskan masa depannya dengan matang, namun kandas sepeninggal ibunya. Semua berantakan ! Tak hanya peta masa depannya saja yang hancur, ia juga harus mondar-mandir mencari tempat yang bisa menampung segala sampah hati dan logikanya. Karena sosok ibulah yang selama ini menjadi tiang penyangga baginya.
Akhirnya ia menemukannya. Sosok yang bisa menemaninya untuk mengais runtuhan cita yang berserakan. Awalnya ia tak menemukan keyakinan disitu, namun sosok itu selalu menanamkan keyakinan di hatinya. Bahkan ia menjanjikan akan membuatkan sebuah kapal untuk berlayar mengarungi samudera kehidupan bersama. Apa yang terpikirkan olehnya ketika mendapat janji seperti itu. Ia hanya seorang wanita, -iya- wanita biasa tanpa kelebihan yang butuh perlindungan, yang butuh tempat bernaung dari keganasan hidup. Mau tidak mau, ia mulai meyakininya. Waktu berjalan, seiring dengan keyakinan yang semakin membuncah, hingga benar-benar mengakar dihatinya.
Kapal pun mulai berlayar dengan gagah. Ombak laut dilahapnya tanpa sisa. Namun tak lama setelah 3 tahun berlayar, badai dasyat tiba-tiba menerjang hingga akhirnya ‘kapalkami’ (begitu aku menyebutnya) karam. Sama seperti sosok itu, yang menghilang dan meninggalkannya terkatung-katung ditengah laut. Ia nyaris mati, setelah ada kapal yang akhirnya menolongnya. Ya...aku menceritakan kisahnya dengan sedikit bumbu berupa analogi. Sepeninggal sosok itu, ia menemukan sosok yang baru. Aku sudah berkali-kali memberi advis kepadanya, bahwa “jangan kau mengulanginya lagi, jangan berani-berani!”, tapi ia ngeloyor saja. Ia tak patuh kepadaku. Aku mengerti akan keinginan hatinya, aku paham ia ingin hidup seperti orang-orang pada umumnya. Mendapatkan perhatian, perlindungan, kasih sayang dan kenyamanan hidup. Ia berusaha mencari itu selama ini. Percayalah....hanya itu!
Bodohnya ia tidak mempertimbangkan keputusannya. Ia terlalu asyik merasakannya, tanpa tau akhirnya akan menyakitinya lagi. Sebenarnya keinginannya sangatlah sederhana, namun mengapa ia selalu dipermainkan dalam urusan ini. Sungguh malang! Aku tak sanggup melihatnya terpuruk, nyaris sekarat sekarang. Mengapa? Sudah kubilang ia terjebak pada masa lalu. Sosok yang menolongnya ternyata mempunyai kesamaan dg sosok sebelumnya. Sama- sama tak bertanggung jawab. Memberi keyakinan dan harapan lalu meninggalkan begitu saja bagai seogok batu yang tak bermakna.
“Sial...aku tertipu untuk kedua kalinya!” keluhnya. Bisa kukatakan ia tidak beruntung, selalu begitu dan akibatnya ia limbung. Kondisinya sangat payah sekarang. Apa yang harus aku lakukan? Pergi menemui sosok itu lalu meminta untuk menyembuhkan luka yang ia buat terhadapnya? atau mengecam perbuatannya, lalu menyebarkannya ke orang-orang agar tau seberapa bejatnya dia?. Hemm...aku tak setega itu, aku tidak ingin menambah bebannya, aku tidak ingin membuat ia semakin menderita dengan perbuatanku terhadap sosok itu.
Ia memang manusia bodoh yang pernah kukenal. Dan sama seperti “ia”, sampai saat ini aku belum bisa membaca sosok-sosok itu dengan segala kebijakannya. Hey...kau harus tabah, anggap ini sebuah cobaan sekaligus teguran dari-Nya. Kau tau, dia sangat mencintaimu sehingga tak melupakanmu untuk berperan dalam panggung sandiwara-Nya. Jadikan ini sebagai pengalaman manis sekaligus pahit. Hidup memang seperti ini, penuh dengan teka-teki, yang jelas hidup bukan trial and error. Terimalah apa yang terjadi padamu, ikhlaskanlah apa yang sudah menjadi bagianmu, lalu jalankan peranmu sebaik-baiknya. Satu pesan terakhirku untukmu “manis jangan langsung ditelan, pahit jangan langsung dimuntahkan” wahai manusia bodoh, malang nian nasibmu !!!

0 komentar:

Posting Komentar