Kita boleh Telanjang, tapi jangan bulat-bulat.



Selalu ingin menulis kata yang dapat memberi suntikan semangat, kata yang sederhana namun ber-Daya...bagi hidupku...^_^


Butuh advis untuk meringankan antesedan. Seenaknya menganulir dengan apatis, padahal animo hampir finish. Hanya saja apriori belum merekah, masih berupa argot-argot beku. Disparitas menciptakan elegi. Perasaan yang frontal menjadi fluktuatif. Genial..., grafologi dan futurologi tak terdeteksi. Aku bukan hipokrit pun indolen yang mengkamuflase segala. Hapus sikap skeptis karena kita butuh restorasi...!


"Selamat menyelami huruf-huruf (usang)-ku"

Kamis, 31 Oktober 2013

Belajar untuk HIDUP



Sandra Novita Sari yang kerap disapa Sandra dan mempunyai nama kecil Vita lahir pada tanggal 19 Juli 1989 di Sukabumi, Jawa Barat tepatnya di asrama Yon Armed 13 Cikembang. Ia lahir dari sebuah keluarga kecil yang sangat sederhana. Buntoro adalah Ayahnya, dan Mirah Lestari adalah Ibunya. Pekerjaan ayahnya adalah TNI dan ibunyan hanya sebagai ibu rumah tangga. Masa kecilnya dipenuhi dengan rasa senang meski orang tuanya bekerja keras menghidupinya, untuk membeli susu kalengnya saja harus menjual sepati PDH, sepatu jatah yang diberikan kantor. “Kala itu tahun 1990 harga untuk sepasang sepatu PDH adalah Rp 10.000, cukup untuk persediaan susu kaleng sebulan” ungkap Sandra. Masa kecilnya dihabiskan di TK Nanggala Persit Kartika Candra Kirana selama 2 tahun. Setelah itu, ia pun harus mengikuti Ayahnya pindah tugas ke Sulawesi Tenggara yang merupakan kampung halaman Ayahnya. Sembari menunggu proses pindah usai, ia di titipkan di rumah neneknya (dari Ayah) di Ds. Trimulyo, Kayen, Pati, Jawa Tengah untuk melanjutkan sekolah ke tingkat SD. Belum genap setahun ia mengenyam pendidikan di SD Trimuyo 02 Kayen, ia pun harus mengikuti orang tuanya ke Sulawesi Tenggara.  Sembari menunggu plotingan tempat tugas ayahnya, ia harus rela di titipkan lagi di rumah neneknya (dari Ayah) di Ds. Ereke, Lipu, Buton, Sulawesi Tenggara.  Sandra melanjutkan SDnya sampai naik ke kelas 2 SD. Pindahlah ia ke Ds. Kamaru, Lasalimu, Buton. Sebuah desa tempat Ayahnya bertugas. Desa yang jauh dari tempat neneknya di Ereke. Ia harus menempuh perjalanan laut dengan kondisi keras ombak. Bagi seorang anak kecil yang baru kali pertama menaiki kapal kecil dengan goyangan yang cukup fantastis merupakan perjalanan yang tidak ringan baginya. Ia sampai mabuk beberapa kali karena perutnya tidak mampu menahan guncangan kapal. SDN 01 Kamaru yang menemaninya selama 3 tahun. Ia harus membantu orang tuanya dengan berjualan es lilin di sekolah. Es lilin dibuat oleh Ibunya dan dititipkan di kulkas tetangganya. Pada musim kemarau, setiap sore ia harus mencari air dari sumur Belanda dengan membawa beberapa dirgen.