Dukungan
ortu
Meski
menjadi guru bukanlah profesi yang diinginkan orang tua, namun berkat
komunikasi yang baik, Saya bisa meyakinkan Ayah dengan profesi guru. Pada
dasarnya Ayah menginginkan Saya untuk kuliah di UNDIP dengan mengambil jurusan
Teknik Sipil. Namun karena saya merasa keahlian saya bukan di sana, saya
menolak dan mengambil jurusan kependidikan dengan menjadi seorang guru. Ayah
saya adalah sosok yang demokrtatis. Ia tak pernah memaksa Saya untuk tetap
menjadi seorang Insinyur. Program SM-3T yang semakin membuat Ayah saya bangga
ketika saya memilih profesi sebagai seorang guru. Dan sampai saat ini, Ayah
sangat mendukung profesi Saya, hingga beliau menawarkan untuk menjadi PNS di
Buton, Sulawesi karena sekarang Ayah telah terjun ke dunia Politik dengan
menjadi Ajudan Wakil Bupati dari unsur TNI.
Harapan
menjadi seorang guru
Mengapa ingin menjadi guru? Iya juga, mengapa banyak orang, para
sarjana dari fresh graduate sampai sisa-sisa sarjana memilih profesi itu.
Sepertinya tak ada lagi profesi yang lebih mudah untuk di dapatkan selain
profesi guru ini, mungkin. tapi mengapa ingin menjadi guru, tidak menjadi
polisi berbintang 4 saja, entrepreneur dengan bonus jutaan, trainer yang super
dan hebat, atau profesi yang tidak “susah-susah” amat. mengapa banyak
orang yg memilih profesi ini padahal tidak semuanya bisa jadi PNS dan gaji guru
honor di Indonesia itu bisa dikatakan sangat rendah, apa mungkin demi gelar
pahlawan tanpa tanda jasa dan mendapat pahala.?? hhmm.. atau emang tak ada
profesi yang laen lagi yang bisa digeluti??
Guru-
“digugu lan ditiru”. Begitulah kata guru jika di artikan dalam bahasa jawa.
Digugu- kata-katanya diindahkan, ditiru- perilakunya dicontoh. Saya ingin
menjadi guru karena:
1.
“Guru. Gajinya
lumayan, pekerjaannya agak enteng, karena saya senang anak-anak, dan pastinya,
saya belejar tentang ketulusan” Entah guru itu gajinya lumayan besar atau lumayan kecil tapi
kadang ketulusanlah yang menjadikan pekerjaan ini menjadi nyaman.
2.
“Saya ingin
berkontribusi mencerdaskan anak-anak Indonesia serta menjayakan mereka di
daerah pelosok yang sangat terpencil” disinilah ketahanan semangat dan idealisme guru sering di uji, di
tempat-tempat yang sulit terjamah oleh media-media, bahkan gurulah yang harus
mempublikasikan kegiatan pengajaran itu, walau kadang harus terbentur lagi
dengan jarak.
3.
“Karena
guru itu pekerjaan paling mulia, membuat orang tidak tau menjadi tau, dari
bingung menjadi faham, dari tidak mampu melakukan sesuatu hingga mampu
melakukan banyak hal, karena guru adalah pahlawan tak tertandingi” Tidak tertandingi dalam perjuangan, dari jam 7 pagi hingga jam 2
siang mendidik siswa, walau banyak juga diantara guru yang hanya menghabiskan
waktu untuk mengajar, tidak mendidik.
4.
“Menjadi guru itu menyenangkan jika betul-
betul dinikmati, melatih kesabaran karena harus menghadapi berbagai macam
karakter siswa yang berbeda, karena di tangan gurulah lahir para tokoh bangsa
yang akan menorehkan sejarah di negeri ini. Tugas guru itu sangat mulia karena
tidak sekedar mentransfer ilmu namun mendidik dan memanusiakan manusia. Karena
guru juga nantinya menjadi panutan bagi siswa, guru dan orang lain.” Seperti pepatah yang mengatakan guru kencing berdiri, murid
kencing berlari.
5.
“Karena menjadi
guru ilmu tak akan berkurang ataupun hilang, tapi bertambah dan semakin
memperluas wawasan. Guru itu mendidik, mengajar dan belajar. Hal ini makin
membuat saya dewasa dalam berfikir. Seperti kamus berjalan, guru adalah khazanah pengetahuan yang
harus hidup dimana saja, karena ia dibutuhkan oleh siapa saja.
6.
“Menjadi guru itu menyenangkan, banyak
karakter anak didik yang akan mewarnai kehidupan kita menjadi bermakna”.
Saya
ingin menjadi guru, walaupun sampai hari ini harapan itu masih saja tidak berbanding
lurus dengan dukungan dari stake holder negeri kita. Ini menjadi tantangan,
bagi saya, kalian dan kita semua yang termotivasi menjadi guru, bahwa menjadi
guru perlu menanamkan semangat perubahan pada diri dan lingkungan sekitar.
Bahwa menjadi guru itu tidak setengah-tengah, nggak mau basah semua,
sekali nyemplung ke sungai, maka harus sekalian basah, berenang bahkan mencari
Ikan di sungai itu. Menjadi guru perlu merasakan semua momentum yang akan
menyentuh segala sisi kehidupan guru, perlu keberanian untuk menciptakan perubahan,
bahkan mulai dari diri sendiri sebagai pencetak generasi emas nantinya, agar
nantinya, guru tidak sekadar mempersiapkan siswanya menjadi tenaga siap pakai,
yang telah membentuk budaya menjadi pencari kerja/employee, tapi seharusnya
mempersiapkan siswa yang siap memakai, sebab kita sadar bahwa sebagai employee
nasibnya ditentukan oleh orang lain, bukan menentukan nasib orang lain.
Kembali
ke awal bahwa menjadi guru juga tidak sekadar membutuhkan semangat dan yang
lain, tapi butuh penanaman karakter kepemimpinan dalam jiwa kita agar lahir
guru berkarakter pemimpin, seperti kata pak B.J Habibie bahwa “Anda harus buat
segala sesuatunya berkualitas tinggi dan konsisten. dan itu harapan kita semua.
Saya ingin mengutip lagi kutipan seorang Gina, guru SMP satu atap di pedalaman Papua
yang mengajar dengan hati tanpa gaji yang tinggi:
“Guru itu orang yang berpengaruh dalam jembatan kehidupanmu. guru
lah yang akan menjembatanimu menuju syurga, tidak ada pemimpin yang mengawali
pengetahuan A, B, C tanpa didikan guru, dan guru adalah jembatan menuju
Indonesia ber-peradaban”
0 komentar:
Posting Komentar